Senin, 01 Juli 2013

[Oneshot] Dad, Thank You

Author: saya pemilik blog (@SarDhiA)| Title: Dad, Thank You| Cast: Kim Kibum (SJ), Kim J-Min (his child’s), Kim Ki Joon (his child’s), Kim JungSin (his child’s), Kim Je Joon (his life’s)| Genre: Family, Angst| Rating: G| Length: Oneshoot

TATATERTIB: R-C-L! And DON’T BE SILDERS!!

WARNING!! TYPO ANYWHERE!!

Disclamer: ini FANFIC MILIK IMAJINASI GUE! PLAGIAT? GUE SUMPAHIN NGGAK BAKAL LANGGENG HIDUPNYA! /sadis/


*0o0o0*

Kibum P.O.V

“appa!! Ireona! Ki Joon ngompol! Ireona!!”

Suara siapa pagi-pagi seperti ini memekan telinga? Sudah pasti bocak kecil itu!

“appa! Ireona!!”  lagi, dia benar-benar membuatku geram! Dan apa lagi ini? Dia menggoyangkan badanku!

“YAK! MWO?!” ucapku dengan nada tinggi sehingga mebuat anakku Ji Min kaget. Ia menunduk merasa bersalah.

“a..ap..appa.. Ki Joon... mengompol..” ujarnya pelan dan bergetar. Aku geram. Dengan segera aku bangun dan menghampiri kembaranya itu yang ku yakini ia di kamar.

“Ki Joon!!” teriakku. Ki Joon menoleh kearahku dengan tatapan takut. “umur mu berapa hah?! 7tahun masih ngompol!  Tidak malu!” ucapku sambil menjewer pelan telinganya. Ia mendesis. Ku bawa ia ke kamar mandi “MANDI!” ucapku lalu berlenggang pergi.

Aku melewati Ji Min yang sedang menggandeng Jung Sin. Ia menatap ke depan dengan tatapan kosong.

“kapan eomma pulang?”  desisnya dan membuatku berhenti tepat di sampingnya.

“molla..” ujarku santai. Baru ingin berjalan lagi, ia membuka suara..

“setelah eomma pulang, aku akan meminta eomma menitipkan kami ke halmeoni.. jadi.. kau—“ ujarnya menggantung. Aku cukup tersetak ketika mendengar ia berbicara padaku tanpa menggunakan kata appa, melainkan.. kau? “—kau tidak usah mengurusi kami lagi..” ujarnya. Lalu, ia berjalan menuju kamarnya dengan menggandeng Jung Sin.

“itu bagus! Pergilah sekarang juga! Itu lebih bagus!” teriakku. Lalu aku  pergi menuju kamarku melanjutkan tidurku.

Baru saja ingin tidur, ponselku berdering. Dengan malas aku mengangkatnya tanpa melihat namanya.

“yeoboseo..”

‘ah, Ki Bum-ah.. ada interview sekitar dua jam lagi.. segera datang, oke?’ hah, aku tahu kini siapa yag menelfonku.

“yeah! Oke!”’ ujarku lau segera mematikan sambungan. Aku membuang nafas berat. Baru saja selesai syuting jam dua, sampai rumah jam tiga, sekarang baru jam delapan? Hah, aku baru lima jam tidur.

Tanpa babibu lagi, aku segera masuk ke dalam kamar mandi yang kebetulan berada di kamarku ini.

Kibum P.O.V End~

*0o0o0*

Seorang anak kecil perempuan berumur 7 tahun kini sedang membereskan tempat tidurnya. Ia juga menyapu, dan melepas sprainya.

“Ji Min, kau sedang apa?”ujar kebarannya itu, Ki Joon yang baru saja selesai mandi.

“sedang membersihkan kamar, kita akan segera pergi dari sini.. jadi kita harus beres-beres dulu..” ujarnya. Ki Joon bingung,

“pergi? Apa maksudmu? Appa mengusir kita?” cecar Ki Joon.

“ne, walau secara tidak langsung..” ujar Ji Min. Walaupun kembar, ia lebih peka dan mengerti. Mungkin itu karna ia lahir lebih dulu, walau berbeda beberapa menit.

Cklek.. pintu kamar mereka terbuka, dan menampilkan sosok ayahnya yang kini telah rapih.

“bagus, kamar sudah di rapikan.. aku ada urusan, jaga rumah!” ujarnya lalu keluar dari kamar mereka. Ingin sekali Ji Min melempar bantal ke arah ayahnya itu.

“dia bukan ayahku..” desis Ji Min. Dengan segera ia mengambil tas sekolahnya dan memasukan beberapa bajunya, baju Ki Joon, dan baju Jung Sin. Ia hanya mengabil 3-4 baju saja

“kita akan pergi?” ujar Ki Joon. Jung Sin hanya diam karna dia belum mengerti apa-apa. Ia hanya mengedot susunya di botol.

“tentu! Dia pergi, itu membuat kita gampang keluar..” ujar Ji Min sambil meresleting tasnya. “cha, sudah siap!” ujarnya sambil menggendong tasnya. Di raihnya topi dan syal, lalu syal milik Jungsin supaya tidak kedinginan. Sedangkan Ki Joon ia mengambil keperluannya sendiri. Ji Min juga menulis sebuah surat dan di tinggalkan di meja.

Merekapun bergegas meninggalkaan kamar, dan meninggalkan rumah milik mereka.. ah bukan, rumah milik ayah mereka lebih tepatnya.

*0o0o0*

Ki Bum P.O.V

Akhirnya sudah selesai interview ini. Ini baru jam 12 siang, cepat sekali. Aku makan dulu saja di luar. Lalu, aku bisa melanjutkan tidurku di rumah. Aku melangkahkan kaki ringanku ini ke tempat parkiran.

Saat aku masuk dalam mobil, ponselku bergetar.  Sms masuk,

From: Anae
Aku akan pulang malam ini ^^ aku merindukan anak-anak dan kau..

Aku tersenyum, namun ada yang mengganjal hatiku, anak-anak? Hah, sudahlah.. dengan cepat aku meluncur ke tempat makan yang sering ku kunjungi atau lebih tepatnya langgananku.

Tak lama kemudian aku sampai di tempatku dengan penyamaran. Saat aku memasuki tempat makan itu, banyak yang melihatku. Mungkin karna aku yang memakai masker dan kacamata.

“annyeonghaseo, tempat biasa tuan?” ujar pelayan yang sudah mengenaliku. Aku mengangguk “mari saya antar..” ujarnya dan berjalan mendahuluiku, aku berjalan mengikutinya.

“silahkan.. pesan seperti biasa atau lain tuan?” ujarnya ramah. Aku sedikit berfikir, ingin sih mencoba yang lain, tapi apa? Ah sudahlah, seperti biasa.

“nng, seperti biasa..” ujarku. Dia mengangguk dan pergi. Aku membuka maskerku, tapi tidak dengan kacamataku. Kumainkan ponselku karna bosan menunggu.

Aku melihat-melihat album foto yang berada di ponselku. Aku sedikit bingung dengan album yang bertuliskan ‘My Angels’? foto awalnya adalah tulisan yang seperti di edit. Aku tidak pernah membuat album foto ini. Ku buka album fotonya, dan sedetik kemudian, foto-foto itu terlihat.. satu persatu ku buka.

Appa!!! Foto kami yah.. oke!! Kami siap!! Hana! Dul! Set!! KIMCHI!!

Ingatan apa ini?

Kibum-ah!! Foto aku dan anak-anak yah? KIMCHI!!

Aku rasa ada yang salah di sini!

Appa!! Foto kami!! Lihat! Tangan kami berbentuk sarang, SARANGHAE APPA!

Kenapa ingatan ini terputar di memori film otakku?

Bagusnya di kasih apa judulnya yah? Ah! My Angels!!

Aargghh!! Ada apa ini?!

Aku alihkan pandanganku keluar, karna kebetulan aku duduk di samping jendela dan dengan mudah melihat keluar. Dan, aku melihat mereka, melihat.. anak-anakku? Berjalan di depan mataku. Arg! Aku rasa aku sedang berkhayal. Dengan cepat aku menutup mataku dan menggeleng. Tidak ada? Saat aku membuka mataku, mereka sudah tidak ada. Itu berarti aku hanya berkhayal kan?

“tuan, ini makanan anda.. silahkan di nikmati.. permisi..” ujar pelayan dan kini aku menatap nanar makanan yang berada di depanku. Apa mereka sudah makan? Apa mereka baik-baik saja? Seketika pertanyaan itu menari-nari di kepalaku.

“mm,  agashi!” ujarku. Pelayan itupun menghampiriku.

“ada yang bisa saya bantu?”

“tolong, bungkus ini dan tambah 3porsi..”

Kibum P.O.V End
*0o0o0*

Dengan langkah cepat ia masuk ke kediamannya itu dengan membawa dua bungkuss makanan yang ia bungkus tadi. ia menaruh makanannya di meja makan, dan menuangkan makanannya di piring. Setelah selesai, ia berjalan ke arah kamar anaknya di lantai dua.

Tok..tok..tok..

Sudah dua kali Kibum mengetuk pintu kamar anak-anaknya itu tapi tak ada sautan. Dia berfikir jika anak-anaknya sedang tidur siang. Wajar saja ini sudah jam satu siang. Jadi dia memutuskan untuk makan terlenih dahulu lalu di sisakan untuk anak-anaknya.

Yah, seperti itu Kibum dia sangat gengsi untuk memanggil anak-anaknya. Ia akan meninggalkan makanannya dan ketika ia melihat makanan di meja telah habis, itu artinya anak-anaknya sudah selesai makan.

“sudah kenyang.. dan sekarang aku mengantuk.. akan ku lanjutkan tidur yang tadi belum selesai..” ujarnya sambil melangkah ke arah kamarnya yang tepat di sebelah kamar anaknya.

Dia menoleh sebentar lalu membuang nafas berat “setidaknya, aku tidak sangat jahat karna masih memberi mereka makanan..” gumamnya lalu melangkah masuk ke kamarnya.

“haha, akhirnya~” ujarnya lalu membanting diri ke kasur. Menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya. Dan detik kemudian hanya terdengar deru nafas yangg berada di kamar itu..

*0o0o0*

“Ji Min-ah, aku lapar..” ujar seorang namja kecil berparas imut. Ia memegangi perutnya karna menahan bunyi-bunyi yang akan selalu keluar.

“aku juga lapar..” ujar Ji Min sambil memegangi perutnya yang sudah seperti di tusuk jarum. Sementara namja kecil itu menarik-narik baju Ji Min.

“noona~” ujarnya yang masih tidak jelas pelafalannya. Ji Min menoleh, “lelah~” ujarnya dengan polos. Ji Min mengangguk dan duduk di pinggiran pertokoan yang tidak ada penghuninya. Wajar saja mereka lelah, sudah lebih dari empat jam mereka berjalan pergi dari rumah.

“Ki Joon-ah, buka ranselnya.. sepertinya ada makanan..” ujar Ji Min. Ki Joon melepaskan ransel yang ia gendong dari tadi. segera ia ronggoh,

“opta..” ujar Ki Joon pasrah. Ji Min menatap kedua adiknya dengan pandangan lesu.

“aku tak bawa uang..” ujar Ji Min yang tersirat penuh maaf. Ki Joon mengacak rambutnya frustasi.

“kita kembali saja..” ujar Ki Joon. Ji Min langsung melotot ke arah Ki Joon

“kita sudah setengah jalan! Appa membenci kita! Kau mau selalu di marahi? Cih, bahkan aku tak mau memanggilnya appa sekarang! Jika kau ingin mati, silahkan kembalilah!” ujar Ji Min penuh amarah.

“tapi aku mau bertemu eomma!” ujar Ki Joon tak kalah.

“justru itu kita pergi!” ujar Ji Min yang kini tengah berkaca-kaca. Sedangkan Jung Sin menangis melihat kedua kakaknya bertengkar.

“mianhae~” ujar Ji Min sambil memeluk kedua adiknya itu.

*0o0o0*

Ki Bum P.O.V

APPA!! APPA!! APPA!!

BRAK!!

Dengan cepat aku langsung bangun dan pergi dari dunia alam sadarku. Sungguh mimpi yang mengerikan. Jam berapa sekarang? Aku melihat ke arah jam dinding, jam lima!

Dengan cepat aku keluar dari kamar. Entah kenapa sepi sekali, biasanya akan selalu ada yang membuatku marah dan kesal. Kenapa itu aku harapkan sekarang?

Aku melangkah ke arah meja makan dan aku terbelalak ketika melihat makanan yang masih utuh. Itu artinya mereka belum makan? Dengan cepat aku berlari melewati tangga dan tanpa mengetuk pintu aku segera membukanya.

Kosong!

Mereka dimana? Hanya kamar rapih yang terpajang di depan mataku ini. Aku melihat jendela, tapi masih tertutup rapat. Sampai akhirnya aku melihat tulisan tangan.

To: Kim Ki Bum, mungkin appa

Pertama, ku ucapkan terimakasih karna telah merawat kami selama eomma sedang tak di rumah..
Kedua, terimakasih telah membiarkan kami hidup walau kami tersiksa..
Ketiga, terimakasih telah memberi kami tumpangan di rumahmu..
Keempat, terimakasih telah mengsekolahkan kami berdua.. (Ji Min dan Ki Joon)
Kelima, terimaksih masih peduli dengan kami karna di beri Park ahjumma..
Keenam, terimakasih telah menjadi appa.. yang kurang baik..
Ketujuh, terimakasih karna mengusir kami..
Kedelapan, terimakasih untuk segala-galanya..

Kami minta maaf karna telah membuatmu merasa marah, terbebani dan membuatmu membenci kami.. mianhae~

Ini terakhir kalinya aku memanggilmu, APPA.. dan yang terakhir aku tidak tahu apakah bahasa inggrisku benar atau tidak..

DAD, THANK YOU..

Jadi? Mereka? Oh tuhan! maafkan aku karna tak bisa menjadi ayah yang baik untuk mereka.

Dengan segera aku menghapus air mataku yang keluar. Aku pergi dengan membawa suratnya dan dengan segera melangkah mengambil kunci mobil dan segera mencari anak-anakku. Tak peduli dengan keadaanku.

*0o0o0*

Malam menjemput, tapi aku belum menemukan mereka. Melapor pada polisi? Bukankah aku nantinya yang masuk penjara? Lalu bagaimana aku menghidupi mereka?

Ku pukul stirr mobil dengan sangat kuat. Aku membiarkan air mataku mengalir. Laki-laki macam apa aku sampai anakku pergi dari rumah? Sampai anakku tidak ingin memanggilku dengan kata ‘appa’ lagi? Ini sungguh-sungguh menyebalkan!

Aku keluar dari mobil. Meninggalkan mobilku yang ku biarkan terparkir di pinggir jalan. Aku berjalan tak tentu arah. Mau mencari dimana?

Tiba-tiba di otak ku terlintas kejadian di mimpiku. Entah perasaan dari mana, aku takut kejadian itu akan terjadi. Aku takut jika mereka bear-benar.. arrgg!!

Aku berlari membelah jalan kota Seoul ini. Menabrak orang-orang yang memotretku dengan ponsl mereka. Aku tidak memikirkan itu, aku hanya memikirkan anak-anakku.. yang sangat ku cintai. Mereka.. my ANGELS..

APPA!!! APPA!! APPA!!

Mereka memanggilku, mereka ketakutan, oh tuhan lindungi mereka! Aku akan merasa sebagai ayah tidak tahu diri.

SARANGHAE APPA!

Ji Min, Ki Joon, Jung Sin.. tunggu appa, appa mohon.. berdiri di sana, tersenyumlah.. tunggu Appa..

Aku melihat mereka. Mereka menyebrang dan sebentar lagi lampu hijau menyala.

“JIMIN!! KI JOON!! JUNG SIN!!!!”

3,

2,

1,,

Semua orang sudah berteriak-teriak menyuruh mereka bergerak. Namun, di lihat dari mereka berjalan mereka seperti menahan sakit.

TIN!! TIN!!

Tidak!! Ku mohon!! Tidak!

APPA!!

Tidak!! Apakah aku bermimpi lagi sekarang? Tolong bangunkan aku!

TIN!!! TIN!!

APPA!!

Ini bukan mimpi!! Dengan cepat aku berlari  ke tengah jalan, tanpa memperdulikan teriakan orang-orang dan nyawaku. Nyawa anakk-anakku di pertaruhkan sekarang. Dengan sekali gerakan aku membawa ketiga anakku ke dalam pelukanku.

CKIIITTTT!!!

BRAK!!!

Ki Bum P.O.V End~

*0o0o0*

PRANG!!!

Je Joon segera mengumpulkan pecahan beling gelas. Perasaannya sedang takut sekarang. Ia mencoba berfikir tenang.

“Je Joon-ah, tenang.. mereka hanya berjalan-jalan sekarang.. mereka membeli makan untuk mu..” ujarnya sambil merilekskan diri. Ia segera membuang beling itu dan berjalan ke arah pintu. Ia mondar-mandir di depan pintu berharap sang suami dan anak-anaknya datang.

Je Joon baru saja datang sekitar satu jam yang lalu. Tetapi, saat ia masuk tidak ada orang dan pintupun tidak di kunci.

Flashback~

Ting tong!! Ting tong!!

Je Joon memencet tombol bel rumah berkali-kali. Ia cukup lama berdiri di depan, sampai ia berinisiatif untuk membuka pintunya walau ia berfikir kalau percuma. Namun salah, pintu rumah terbuka dengan sangat mudah.

“Ki Bum oppa~ anak-anak?? Eodiga?” ujar Je Joon sambil menyeret koper. Ia menjelajahi seluruh ruangan rumah namun tidak ada seorangpun “eomma datang..” ujarnya yang percuma.

Ia segera meronggoh tasnya dan mengambil ponselnya.

“nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan—“

Je Joon melengos. Ia mencoba menelfon lagi tapi tetap hanya suara itu yang keluar. Jadi ia hanya berfikir bahwa suaminya dan anak-anaknya itu sedang membeli makanan untuk dirinya karna sudah kembali.

Flashback End~

Je Joon mengeluarkan air matanya. Fikirannya kacau sekarang. Ia takut tejadi apa-apa. Ia sangat takut kehilangan orang-orang yang ia cintai itu.

Je Joon mengepalkan tangannya erat supaya mengurangi emosi dirinya. Namun, tidak ada gunanya karna air matanya tetap memaksanya untuk keluar. Ia jatuh terduduk.

“kalian.. dimana.. cepat kembali..”

Drrtt.. drrttt.. ponselnya bergetar, dengan segera ia ambil dan dia bahagia bukan main.

“kau dimana?”

‘apa kau sudah sampai rumah?’ suara namja yang sangat ia rindukan

“ne.. kau dimana? Kapan pulang?”

‘sekitar setengah jam lagi.. kami sampai..’ ujarnya.

“aku tunggu..”

Tutut..

*0o0o0*

Ting.. tong..

Dengan cepat, sang pemilik rumah –Je Joon- melangkah ke arah pintu. Ia membuka pintunya dan melihat ke empat orang yang ia sayangi dengan keadaan lemah.

“kalian—“

“jangan tanya sekarang.. mandikan mereka dulu..” ujar Ki Bum.  Je Joon hanya menurut dan menuntun ketiga anaknya ke kamar mereka. Ki Bum berjalan pelan sambil menahann ngilu di kedua siku tangannya.

Ia berjalan ke arah kotak P3K untuk mengobati luka di sikunya itu. lukanya tidak parah, hanya berdarah dan kadang membuatnya ngilu. Ki Bum tersenyum jika mengingat kejadian saat ia menyelamatkan anak-anak mereka.

“aku.. pahlawan..” gumamnya dan tersenyum sendiri. Ia cukup bangga bisa melawan kematian tadi. mungkin jika tidak ada dia, ketiga anaknya akan mati.

*0o0o0*

Ki Bum P.O.V

Ku buka perlahan pintu kamarku. Terlihat Je Joon dan tiga buah hati kami sedang tetidur pulas. Sengaja aku masuk sekarang, supaya aku bisa melihat wajah polos mereka.

Aku melangkah mendekti kasur tempat mereka tidur. Kupandangi mereka. Terlihat lelah, bahkan sangat lelah. Aku hanya tersenyum miris. Hampir saja aku kehilangan tiga anak ku.

“maafkan appa.. entahlah, appa tidak tahu lagi harus bicara apa.. appa sangat menyesal.. appa minta maaf.. appa tahu, appa tidak bisa kalian maafkan.. maaf.. selamat malam, My Angels..”

Sedetik kemudian aku merasa ada yang mengalir dari mataku, apalagi kalau bukan air mata? Segera ku hapus, lalu aku berjalan pergi ke arah pintu untuk keluar. Namun, saat aku baru memegang knop pintu. Ada suara yang menghentikanku..

“appa~”

Aku hanya diam tak bergeming, menunggunya melanjutkan ucapannya.

“appa~ aku.. aku.. akan terus memanggil appa~”

Aku berbalik dan melihatnya sedang duduk tetunduk. Aku mendekatinya dan duduk di sampingnya. Ku angkat dia kepangkuanku.

“apakah Ji Min janji?” ujarku sambil tersenyum. Dia mengangguk pasti.

“yaksok!”

“oke! Yaksok!”

“Dad, Thank you~”



--- THE END ---


Tidak ada komentar:

Posting Komentar