Author: saya pemilik blog (@SarDhiA)| Title: Dad, Thank You| Cast: Kim Kibum (SJ), Kim
J-Min (his child’s), Kim Ki Joon (his child’s), Kim JungSin (his child’s), Kim
Je Joon (his life’s)| Genre: Family, Angst| Rating: G| Length: Oneshoot
TATATERTIB:
R-C-L!
And DON’T BE SILDERS!!
WARNING!! TYPO ANYWHERE!!
Disclamer: ini
FANFIC MILIK IMAJINASI GUE! PLAGIAT? GUE SUMPAHIN NGGAK BAKAL LANGGENG
HIDUPNYA! /sadis/
Kibum
P.O.V
“appa!!
Ireona! Ki Joon ngompol! Ireona!!”
Suara
siapa pagi-pagi seperti ini memekan telinga? Sudah pasti bocak kecil itu!
“appa!
Ireona!!” lagi, dia benar-benar
membuatku geram! Dan apa lagi ini? Dia menggoyangkan badanku!
“YAK!
MWO?!” ucapku dengan nada tinggi sehingga mebuat anakku Ji Min kaget. Ia
menunduk merasa bersalah.
“a..ap..appa..
Ki Joon... mengompol..” ujarnya pelan dan bergetar. Aku geram. Dengan segera aku
bangun dan menghampiri kembaranya itu yang ku yakini ia di kamar.
“Ki
Joon!!” teriakku. Ki Joon menoleh kearahku dengan tatapan takut. “umur mu
berapa hah?! 7tahun masih ngompol! Tidak
malu!” ucapku sambil menjewer pelan telinganya. Ia mendesis. Ku bawa ia ke
kamar mandi “MANDI!” ucapku lalu berlenggang pergi.
Aku
melewati Ji Min yang sedang menggandeng Jung Sin. Ia menatap ke depan dengan
tatapan kosong.
“kapan
eomma pulang?” desisnya dan membuatku
berhenti tepat di sampingnya.
“molla..”
ujarku santai. Baru ingin berjalan lagi, ia membuka suara..
“setelah
eomma pulang, aku akan meminta eomma menitipkan kami ke halmeoni.. jadi.. kau—“
ujarnya menggantung. Aku cukup tersetak ketika mendengar ia berbicara padaku
tanpa menggunakan kata appa, melainkan.. kau? “—kau tidak usah mengurusi kami
lagi..” ujarnya. Lalu, ia berjalan menuju kamarnya dengan menggandeng Jung Sin.
“itu
bagus! Pergilah sekarang juga! Itu lebih bagus!” teriakku. Lalu aku pergi menuju kamarku melanjutkan tidurku.
Baru
saja ingin tidur, ponselku berdering. Dengan malas aku mengangkatnya tanpa
melihat namanya.
“yeoboseo..”
‘ah, Ki Bum-ah.. ada
interview sekitar dua jam lagi.. segera datang, oke?’ hah, aku tahu kini siapa yag menelfonku.
“yeah!
Oke!”’ ujarku lau segera mematikan sambungan. Aku membuang nafas berat. Baru
saja selesai syuting jam dua, sampai rumah jam tiga, sekarang baru jam delapan?
Hah, aku baru lima jam tidur.
Tanpa
babibu lagi, aku segera masuk ke dalam kamar mandi yang kebetulan berada di
kamarku ini.
Kibum
P.O.V End~
*0o0o0*
Seorang
anak kecil perempuan berumur 7 tahun kini sedang membereskan tempat tidurnya.
Ia juga menyapu, dan melepas sprainya.
“Ji
Min, kau sedang apa?”ujar kebarannya itu, Ki Joon yang baru saja selesai mandi.
“sedang
membersihkan kamar, kita akan segera pergi dari sini.. jadi kita harus
beres-beres dulu..” ujarnya. Ki Joon bingung,
“pergi?
Apa maksudmu? Appa mengusir kita?” cecar Ki Joon.
“ne,
walau secara tidak langsung..” ujar Ji Min. Walaupun kembar, ia lebih peka dan
mengerti. Mungkin itu karna ia lahir lebih dulu, walau berbeda beberapa menit.
Cklek..
pintu kamar mereka terbuka, dan menampilkan sosok ayahnya yang kini telah
rapih.
“bagus,
kamar sudah di rapikan.. aku ada urusan, jaga rumah!” ujarnya lalu keluar dari
kamar mereka. Ingin sekali Ji Min melempar bantal ke arah ayahnya itu.
“dia
bukan ayahku..” desis Ji Min. Dengan segera ia mengambil tas sekolahnya dan
memasukan beberapa bajunya, baju Ki Joon, dan baju Jung Sin. Ia hanya mengabil
3-4 baju saja
“kita
akan pergi?” ujar Ki Joon. Jung Sin hanya diam karna dia belum mengerti
apa-apa. Ia hanya mengedot susunya di botol.
“tentu!
Dia pergi, itu membuat kita gampang keluar..” ujar Ji Min sambil meresleting
tasnya. “cha, sudah siap!” ujarnya sambil menggendong tasnya. Di raihnya topi
dan syal, lalu syal milik Jungsin supaya tidak kedinginan. Sedangkan Ki Joon ia
mengambil keperluannya sendiri. Ji Min juga menulis sebuah surat dan di
tinggalkan di meja.
Merekapun
bergegas meninggalkaan kamar, dan meninggalkan rumah milik mereka.. ah bukan,
rumah milik ayah mereka lebih tepatnya.
*0o0o0*
Ki
Bum P.O.V
Akhirnya
sudah selesai interview ini. Ini baru jam 12 siang, cepat sekali. Aku makan
dulu saja di luar. Lalu, aku bisa melanjutkan tidurku di rumah. Aku
melangkahkan kaki ringanku ini ke tempat parkiran.
Saat
aku masuk dalam mobil, ponselku bergetar.
Sms masuk,
From:
Anae
Aku
akan pulang malam ini ^^ aku merindukan anak-anak dan kau..
Aku
tersenyum, namun ada yang mengganjal hatiku, anak-anak? Hah, sudahlah.. dengan
cepat aku meluncur ke tempat makan yang sering ku kunjungi atau lebih tepatnya
langgananku.
Tak
lama kemudian aku sampai di tempatku dengan penyamaran. Saat aku memasuki
tempat makan itu, banyak yang melihatku. Mungkin karna aku yang memakai masker
dan kacamata.
“annyeonghaseo,
tempat biasa tuan?” ujar pelayan yang sudah mengenaliku. Aku mengangguk “mari
saya antar..” ujarnya dan berjalan mendahuluiku, aku berjalan mengikutinya.
“silahkan..
pesan seperti biasa atau lain tuan?” ujarnya ramah. Aku sedikit berfikir, ingin
sih mencoba yang lain, tapi apa? Ah sudahlah, seperti biasa.
“nng,
seperti biasa..” ujarku. Dia mengangguk dan pergi. Aku membuka maskerku, tapi
tidak dengan kacamataku. Kumainkan ponselku karna bosan menunggu.
Aku
melihat-melihat album foto yang berada di ponselku. Aku sedikit bingung dengan
album yang bertuliskan ‘My Angels’? foto awalnya adalah tulisan yang seperti di
edit. Aku tidak pernah membuat album foto ini. Ku buka album fotonya, dan
sedetik kemudian, foto-foto itu terlihat.. satu persatu ku buka.
Appa!!! Foto kami yah.. oke!!
Kami siap!! Hana! Dul! Set!! KIMCHI!!
Ingatan
apa ini?
Kibum-ah!! Foto aku dan
anak-anak yah? KIMCHI!!
Aku
rasa ada yang salah di sini!
Appa!! Foto kami!! Lihat!
Tangan kami berbentuk sarang, SARANGHAE APPA!
Kenapa
ingatan ini terputar di memori film otakku?
Bagusnya di kasih apa
judulnya yah? Ah! My Angels!!
Aargghh!!
Ada apa ini?!
Aku
alihkan pandanganku keluar, karna kebetulan aku duduk di samping jendela dan
dengan mudah melihat keluar. Dan, aku melihat mereka, melihat.. anak-anakku?
Berjalan di depan mataku. Arg! Aku rasa aku sedang berkhayal. Dengan cepat aku
menutup mataku dan menggeleng. Tidak ada? Saat aku membuka mataku, mereka sudah
tidak ada. Itu berarti aku hanya berkhayal kan?
“tuan,
ini makanan anda.. silahkan di nikmati.. permisi..” ujar pelayan dan kini aku
menatap nanar makanan yang berada di depanku. Apa mereka sudah makan? Apa
mereka baik-baik saja? Seketika pertanyaan itu menari-nari di kepalaku.
“mm, agashi!” ujarku. Pelayan itupun
menghampiriku.
“ada
yang bisa saya bantu?”
“tolong,
bungkus ini dan tambah 3porsi..”
Kibum
P.O.V End
*0o0o0*
Dengan
langkah cepat ia masuk ke kediamannya itu dengan membawa dua bungkuss makanan
yang ia bungkus tadi. ia menaruh makanannya di meja makan, dan menuangkan
makanannya di piring. Setelah selesai, ia berjalan ke arah kamar anaknya di
lantai dua.
Tok..tok..tok..
Sudah
dua kali Kibum mengetuk pintu kamar anak-anaknya itu tapi tak ada sautan. Dia
berfikir jika anak-anaknya sedang tidur siang. Wajar saja ini sudah jam satu
siang. Jadi dia memutuskan untuk makan terlenih dahulu lalu di sisakan untuk
anak-anaknya.
Yah,
seperti itu Kibum dia sangat gengsi untuk memanggil anak-anaknya. Ia akan
meninggalkan makanannya dan ketika ia melihat makanan di meja telah habis, itu
artinya anak-anaknya sudah selesai makan.
“sudah
kenyang.. dan sekarang aku mengantuk.. akan ku lanjutkan tidur yang tadi belum
selesai..” ujarnya sambil melangkah ke arah kamarnya yang tepat di sebelah
kamar anaknya.
Dia
menoleh sebentar lalu membuang nafas berat “setidaknya, aku tidak sangat jahat
karna masih memberi mereka makanan..” gumamnya lalu melangkah masuk ke
kamarnya.
“haha,
akhirnya~” ujarnya lalu membanting diri ke kasur. Menarik selimut sampai
menutupi seluruh tubuhnya. Dan detik kemudian hanya terdengar deru nafas yangg
berada di kamar itu..
*0o0o0*
“Ji
Min-ah, aku lapar..” ujar seorang namja kecil berparas imut. Ia memegangi
perutnya karna menahan bunyi-bunyi yang akan selalu keluar.
“aku
juga lapar..” ujar Ji Min sambil memegangi perutnya yang sudah seperti di tusuk
jarum. Sementara namja kecil itu menarik-narik baju Ji Min.
“noona~”
ujarnya yang masih tidak jelas pelafalannya. Ji Min menoleh, “lelah~” ujarnya
dengan polos. Ji Min mengangguk dan duduk di pinggiran pertokoan yang tidak ada
penghuninya. Wajar saja mereka lelah, sudah lebih dari empat jam mereka
berjalan pergi dari rumah.
“Ki
Joon-ah, buka ranselnya.. sepertinya ada makanan..” ujar Ji Min. Ki Joon
melepaskan ransel yang ia gendong dari tadi. segera ia ronggoh,
“opta..”
ujar Ki Joon pasrah. Ji Min menatap kedua adiknya dengan pandangan lesu.
“aku
tak bawa uang..” ujar Ji Min yang tersirat penuh maaf. Ki Joon mengacak
rambutnya frustasi.
“kita
kembali saja..” ujar Ki Joon. Ji Min langsung melotot ke arah Ki Joon
“kita
sudah setengah jalan! Appa membenci kita! Kau mau selalu di marahi? Cih, bahkan
aku tak mau memanggilnya appa sekarang! Jika kau ingin mati, silahkan
kembalilah!” ujar Ji Min penuh amarah.
“tapi
aku mau bertemu eomma!” ujar Ki Joon tak kalah.
“justru
itu kita pergi!” ujar Ji Min yang kini tengah berkaca-kaca. Sedangkan Jung Sin
menangis melihat kedua kakaknya bertengkar.
“mianhae~”
ujar Ji Min sambil memeluk kedua adiknya itu.
*0o0o0*
Ki
Bum P.O.V
APPA!! APPA!! APPA!!
BRAK!!
Dengan
cepat aku langsung bangun dan pergi dari dunia alam sadarku. Sungguh mimpi yang
mengerikan. Jam berapa sekarang? Aku melihat ke arah jam dinding, jam lima!
Dengan
cepat aku keluar dari kamar. Entah kenapa sepi sekali, biasanya akan selalu ada
yang membuatku marah dan kesal. Kenapa itu aku harapkan sekarang?
Aku
melangkah ke arah meja makan dan aku terbelalak ketika melihat makanan yang
masih utuh. Itu artinya mereka belum makan? Dengan cepat aku berlari melewati
tangga dan tanpa mengetuk pintu aku segera membukanya.
Kosong!
Mereka
dimana? Hanya kamar rapih yang terpajang di depan mataku ini. Aku melihat
jendela, tapi masih tertutup rapat. Sampai akhirnya aku melihat tulisan tangan.
To:
Kim Ki Bum, mungkin appa
Pertama,
ku ucapkan terimakasih karna telah merawat kami selama eomma sedang tak di
rumah..
Kedua,
terimakasih telah membiarkan kami hidup walau kami tersiksa..
Ketiga,
terimakasih telah memberi kami tumpangan di rumahmu..
Keempat,
terimakasih telah mengsekolahkan kami berdua.. (Ji Min dan Ki Joon)
Kelima,
terimaksih masih peduli dengan kami karna di beri Park ahjumma..
Keenam,
terimakasih telah menjadi appa.. yang kurang baik..
Ketujuh,
terimakasih karna mengusir kami..
Kedelapan,
terimakasih untuk segala-galanya..
Kami
minta maaf karna telah membuatmu merasa marah, terbebani dan membuatmu membenci
kami.. mianhae~
Ini
terakhir kalinya aku memanggilmu, APPA.. dan yang terakhir aku tidak tahu
apakah bahasa inggrisku benar atau tidak..
DAD,
THANK YOU..
Jadi?
Mereka? Oh tuhan! maafkan aku karna tak bisa menjadi ayah yang baik untuk
mereka.
Dengan
segera aku menghapus air mataku yang keluar. Aku pergi dengan membawa suratnya
dan dengan segera melangkah mengambil kunci mobil dan segera mencari
anak-anakku. Tak peduli dengan keadaanku.
*0o0o0*
Malam
menjemput, tapi aku belum menemukan mereka. Melapor pada polisi? Bukankah aku
nantinya yang masuk penjara? Lalu bagaimana aku menghidupi mereka?
Ku
pukul stirr mobil dengan sangat kuat. Aku membiarkan air mataku mengalir.
Laki-laki macam apa aku sampai anakku pergi dari rumah? Sampai anakku tidak
ingin memanggilku dengan kata ‘appa’ lagi? Ini sungguh-sungguh menyebalkan!
Aku
keluar dari mobil. Meninggalkan mobilku yang ku biarkan terparkir di pinggir
jalan. Aku berjalan tak tentu arah. Mau mencari dimana?
Tiba-tiba
di otak ku terlintas kejadian di mimpiku. Entah perasaan dari mana, aku takut
kejadian itu akan terjadi. Aku takut jika mereka bear-benar.. arrgg!!
Aku
berlari membelah jalan kota Seoul ini. Menabrak orang-orang yang memotretku
dengan ponsl mereka. Aku tidak memikirkan itu, aku hanya memikirkan
anak-anakku.. yang sangat ku cintai. Mereka.. my ANGELS..
APPA!!! APPA!! APPA!!
Mereka
memanggilku, mereka ketakutan, oh tuhan lindungi mereka! Aku akan merasa
sebagai ayah tidak tahu diri.
SARANGHAE APPA!
Ji
Min, Ki Joon, Jung Sin.. tunggu appa, appa mohon.. berdiri di sana,
tersenyumlah.. tunggu Appa..
Aku
melihat mereka. Mereka menyebrang dan sebentar lagi lampu hijau menyala.
“JIMIN!!
KI JOON!! JUNG SIN!!!!”
3,
2,
1,,
Semua
orang sudah berteriak-teriak menyuruh mereka bergerak. Namun, di lihat dari
mereka berjalan mereka seperti menahan sakit.
TIN!!
TIN!!
Tidak!!
Ku mohon!! Tidak!
APPA!!
Tidak!! Apakah aku bermimpi
lagi sekarang? Tolong bangunkan aku!
TIN!!! TIN!!
APPA!!
Ini
bukan mimpi!! Dengan cepat aku berlari
ke tengah jalan, tanpa memperdulikan teriakan orang-orang dan nyawaku.
Nyawa anakk-anakku di pertaruhkan sekarang. Dengan sekali gerakan aku membawa
ketiga anakku ke dalam pelukanku.
CKIIITTTT!!!
BRAK!!!
Ki
Bum P.O.V End~
*0o0o0*
PRANG!!!
Je
Joon segera mengumpulkan pecahan beling gelas. Perasaannya sedang takut
sekarang. Ia mencoba berfikir tenang.
“Je
Joon-ah, tenang.. mereka hanya berjalan-jalan sekarang.. mereka membeli makan
untuk mu..” ujarnya sambil merilekskan diri. Ia segera membuang beling itu dan
berjalan ke arah pintu. Ia mondar-mandir di depan pintu berharap sang suami dan
anak-anaknya datang.
Je
Joon baru saja datang sekitar satu jam yang lalu. Tetapi, saat ia masuk tidak
ada orang dan pintupun tidak di kunci.
Flashback~
Ting tong!! Ting tong!!
Je Joon memencet tombol bel
rumah berkali-kali. Ia cukup lama berdiri di depan, sampai ia berinisiatif
untuk membuka pintunya walau ia berfikir kalau percuma. Namun salah, pintu
rumah terbuka dengan sangat mudah.
“Ki Bum oppa~ anak-anak??
Eodiga?” ujar Je Joon sambil menyeret koper. Ia menjelajahi seluruh ruangan
rumah namun tidak ada seorangpun “eomma datang..” ujarnya yang percuma.
Ia segera meronggoh tasnya
dan mengambil ponselnya.
“nomor yang anda tuju sedang
berada di luar jangkauan—“
Je Joon melengos. Ia mencoba
menelfon lagi tapi tetap hanya suara itu yang keluar. Jadi ia hanya berfikir
bahwa suaminya dan anak-anaknya itu sedang membeli makanan untuk dirinya karna
sudah kembali.
Flashback
End~
Je
Joon mengeluarkan air matanya. Fikirannya kacau sekarang. Ia takut tejadi
apa-apa. Ia sangat takut kehilangan orang-orang yang ia cintai itu.
Je
Joon mengepalkan tangannya erat supaya mengurangi emosi dirinya. Namun, tidak
ada gunanya karna air matanya tetap memaksanya untuk keluar. Ia jatuh terduduk.
“kalian..
dimana.. cepat kembali..”
Drrtt..
drrttt.. ponselnya bergetar, dengan segera ia ambil dan dia bahagia bukan main.
“kau
dimana?”
‘apa kau sudah sampai rumah?’
suara namja yang sangat ia
rindukan
“ne..
kau dimana? Kapan pulang?”
‘sekitar setengah jam lagi..
kami sampai..’ ujarnya.
“aku
tunggu..”
Tutut..
*0o0o0*
Ting..
tong..
Dengan
cepat, sang pemilik rumah –Je Joon- melangkah ke arah pintu. Ia membuka
pintunya dan melihat ke empat orang yang ia sayangi dengan keadaan lemah.
“kalian—“
“jangan
tanya sekarang.. mandikan mereka dulu..” ujar Ki Bum. Je Joon hanya menurut dan menuntun ketiga
anaknya ke kamar mereka. Ki Bum berjalan pelan sambil menahann ngilu di kedua
siku tangannya.
Ia
berjalan ke arah kotak P3K untuk mengobati luka di sikunya itu. lukanya tidak
parah, hanya berdarah dan kadang membuatnya ngilu. Ki Bum tersenyum jika
mengingat kejadian saat ia menyelamatkan anak-anak mereka.
“aku..
pahlawan..” gumamnya dan tersenyum sendiri. Ia cukup bangga bisa melawan
kematian tadi. mungkin jika tidak ada dia, ketiga anaknya akan mati.
*0o0o0*
Ki
Bum P.O.V
Ku
buka perlahan pintu kamarku. Terlihat Je Joon dan tiga buah hati kami sedang
tetidur pulas. Sengaja aku masuk sekarang, supaya aku bisa melihat wajah polos
mereka.
Aku
melangkah mendekti kasur tempat mereka tidur. Kupandangi mereka. Terlihat
lelah, bahkan sangat lelah. Aku hanya tersenyum miris. Hampir saja aku
kehilangan tiga anak ku.
“maafkan
appa.. entahlah, appa tidak tahu lagi harus bicara apa.. appa sangat menyesal..
appa minta maaf.. appa tahu, appa tidak bisa kalian maafkan.. maaf.. selamat
malam, My Angels..”
Sedetik
kemudian aku merasa ada yang mengalir dari mataku, apalagi kalau bukan air mata?
Segera ku hapus, lalu aku berjalan pergi ke arah pintu untuk keluar. Namun,
saat aku baru memegang knop pintu. Ada suara yang menghentikanku..
“appa~”
Aku
hanya diam tak bergeming, menunggunya melanjutkan ucapannya.
“appa~
aku.. aku.. akan terus memanggil appa~”
Aku
berbalik dan melihatnya sedang duduk tetunduk. Aku mendekatinya dan duduk di
sampingnya. Ku angkat dia kepangkuanku.
“apakah
Ji Min janji?” ujarku sambil tersenyum. Dia mengangguk pasti.
“yaksok!”
“oke!
Yaksok!”
“Dad,
Thank you~”
---
THE END ---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar